Di permukaan, senyap merayap, Senyum membingkai segala yang retak. Seakan teduh, tak beriak, Padahal hati hujan tak pernah reda. Langkah ringan, meski angin patahkan, Di dalam dada, badai berkawan. Langit senja, kelabu dipoles emas, Kau lihat tenang, tak tahu aku lemas. Tenangku ini hanyalah sandiwara, Wajah yang teduh, di baliknya luka. Dalam diamku, kusimpan riuh, Berantakan di balik rindang hatiku. Suaraku lembut, serupa nada, Padahal jiwaku nyaris tak bersuara. Merangkai mimpi dengan benang kusut, Tak terlihat simpul yang perlahan menjerat. Bayang-bayang menari di sudut kamar, Gemeretak kenangan yang tak pernah pudar. Aku penulis sajak yang pura-pura khusyuk, Padahal puisi ini retakan yang tertutup. Tenangku ini hanyalah sandiwara, Wajah yang teduh, di baliknya luka. Dalam diamku, kusimpan riuh, Berantakan di balik rindang hatiku. Jangan selami terlalu dalam, Karena di dasarku, gelap tenggelam. Kau temui damai, tapi tak tahu, Ada riak yang tak pernah sembuh. Mungkin tenang hanyalah cara, Untuk menyembunyikan yang patah. Kau lihat perahu mengapung perlahan, Tak tahu di bawahnya, ombak berantakan.